Menghangatkan Hati dengan Kisah

Judul: Stories for a Woman’s Heart
Subjudul: Cerita-cerita yang menggugah para wanita untuk membagi arti hidup bagi sesama
Dikompilasi oleh: Alice Gray
Penerbit: Gloria Graffa

Salah satu kegemaran saya adalah menikmati suatu cerita atau kisah. Kisah yang berupa pengalaman sejati seseorang biasanya lebih menarik bagi saya. Mengapa? Karena kisah itu, walaupun sangat sederhana bisa memberikan suatu cermin kepada saya. Cermin agar saya bisa mengamati diri saya sendiri, melihat sekeliling dengan lebih mendalam.

Membaca kisah pengalaman orang lain itu rasanya seperti menikmati secangkir teh hangat di sore hari sambil bercengkerama dengan seorang sahabat. Ada kehangatan lahir dan batin yang timbul. Seperti mendapatkan uluran tangan, peneguhan, dan dorongan semangat.

Buku Stories for a Woman’s Heart ini berisi kisah-kisah pengalaman para wanita. Ada kisah seorang ibu dengan putrinya yang beranjak dewasa, kenangan anak (yang sudah dewasa) tentang pengalaman masa kecilnya bersama keluarga, persahabatan, bagaimana ibu mengenalkan sosok Tuhan kepada anaknya, dan masih banyak lagi. Membaca buku ini membuat kita bisa berkaca, menengok kembali fase-fase dalam hidup kita lalu melihat dengan kacamata lain. Dengan begitu, hati kita jadi menghangat, merasa terberkati, dan kita jadi lebih welas asih terhadap orang-orang di sekitar kita.

Buku ini cukup tebal, 286 halaman, tetapi tak perlu khawatir merasa bosan membacanya karena kisahnya pendek-pendek, dan kita bisa membaca lepas-lepas. Ada delapan pengelompokan kisah, yaitu: Persahabatan, Cinta, Dorongan Semangat, Kebajikan, Dunia Ibu, Kenangan, Kehidupan, dan Iman. Masing-masing berisi belasan kisah yang bisa menghangatkan hati.

Mari kita menghangatkan hati dan berbagi kasih …

Berani Menembus Batas: Stop Mentalitas “Sedang-sedang Saja”

Judul asli buku : Moving Beyond Mediocrity

Subjudul : Discovering principles that will empower you to breakthrough

Penulis : John Andrews

Penerjemah : R. Herutomo

Penyunting : B. Wahyunarso; Budyarsa; Kristihandari P.K

Jumlah halaman : 160 halaman

Harga Buku: Rp 32.000,-

Ringkasan Isi Buku

Buku ini berisi renungan motivasi hidup untuk bertindak lebih baik atau memaksimalkan potensi diri. Penulis menguraikan faktor-faktor penghambat yang menyebabkan potensi diri tidak berkembang. Penulis memberikan contoh dalam Alkitab dan tokoh-tokoh besar yang dapat berbuat luar biasa. Potensi diri atau talenta kita kadangkala kurang berkembang karena karakter negatif kita sendiri. Ketakutan kegagalan pada masa lalu akan terulang sering menghantui kita dan menjadi salah satu penghambat pengembangan talenta. Kita seringkali hanya terpaku pada kegagalan masa lalu dan hanya melihat keterbatasan diri. Kesuksesan hanya dapat diraih dengan menghilangkan karakter-karakter negatif pada diri kita. Tiada pencapaian tanpa kesulitan. Harus ada harga atau pengorbanan untuk meraih tujuan pencapaian. Alkitab dan sejarah mencatat banyak tokoh muncul karena mereka mempunyai karakter luar biasa. Karakter tersebut tidak mereka miliki sebelum menjadi orang luar biasa yang dipakai Tuhan. Masa lalu bukanlah penentu utama masa depan kita. Dengan memiliki karakter-karakter positif sesuai dengan rencana Tuhan, kita dapat berbuat melebihi dugaan kita sebelumnya. Buku ini mengajak kita untuk terus maju mengembangkan potensi luar biasa yang Tuhan telah berikan. Prinsip hidup atau karakter yang harus dimiliki untuk meraih impian diuraikan dengan jelas pada buku ini. Melampaui yang Sedang-sedang Saja ditulis dengan sangat baik dan lahir pada saat yang tepat bagi mereka yang tidak ingin hidup sekadarnya dengan berani mengambil langkah petualangan iman begitu mendengar panggilan Tuhan.

Mempelajari Alkitab itu Asyik

Judul Buku: Selamat Berpelita

Penulis: Andar Ismail

Penerbit: BPK Gunung Mulia

Tebal: 145 halaman

Cetakan Pertama Maret 2011

Harga: Rp 22.000,-

Injil Yohanes melaporkan bahwa Yesus membaptis, tetapi mengapa laporan itu cepat-cepat ditarik kembali? Apa maksud Kidung Agung menyebut yang sensual dan erotik seperti bibir, pipi, buah dada, pinggang, dan sebagainya? Apa arti “menggosok bayi dengan garam”, “menelan unta”, dan “perempuan tiang penjuru”? Apa ada ada tanah suci dalam agama Kristen? Apa Kitab Wahyu menubuatkan Perang Dunia?

Berbagai pertanyaan di atas, mendapat jawabannya di buku Seri Selamat ke-22 ini: Selamat Berpelita. Andar Ismail, dosen STT Jakarta bidang dikdatik (ilmu yang menjelaskan pokok yang susah menjadi mudah), menolong kita mengerti Alkitab dari konteks yang benar.

Dalam kata pengantarnya, Andar menulis “Siapa di antara kita yang tidak ingin mengerti isi Alkitab? Semua orang ingin. Tetapi siapa yang betul-betul dapat mengerti Alkitab karena Alkitab adalah kumpulan kitab yang pelik dan rumit dari berbagai budaya dan zaman yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, kita perlu berupaya. Membaca buku Seri Selamat ini menandakan bahwa kita sedang berupaya untuk mengerti isi Alkitab. Mengapa kita berupaya mengerti? Sebab kita membutuhkan firman Tuhan sebagai terang dan pedoman. “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm. 119:105). Mana mungkin kita melangkah tanpa pelita di jalan yang gelap gulita dan licin berbahaya.”

Semakin kita tahu isi Alkitab, dalam perkembangan waktu, tubuh dan jiwa Allah semakin merapat pada tubuh dan jiwa kita. Semakin menyatulah kita dengan Allah, sebab mengenal Allah berimplikasi bersatu tubuh dengan Allah. Dia “tinggal di dalam kita” sehingga kita “tinggal di dalam Dia”. Kita menjadi menyatu atau manunggal dengan Allah. Tutur para bijak budaya Jawa, “Loro pan tan loro, katon tunggal ketingal kakalih, lir jiwa tinon lawan ragane, mangke ana mami lawan Gustiningsun”. Artinya, “Dua tetapi tidak mendua, tampak satu tetapi sebetulnya dua, seperti kesatuan jiwa dan raga, kini aku dengan Tuhanku” (hlm. 137).

Lalu, buku ini pun menunjukkan bahwa mengerti Alkitab bukanlah tujuan semata-mata, melainkan alat untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya, yaitu mengasihi, menaati, mempercayai, dan mempercayakan. Pelita itu menolong kita berjalan menuju tujuan. Selamat berpelita.  (Bayu Probo)

Membaca Buku Jejak-Jejak Suci

Judul: Jejak-Jejak Suci
Oleh: Bayu Probo
Penerbit: PT BPK Gunung Mulia
Cetakan pertama Juli 2010
Vii +144 hal

Harga: Rp 50.000,00

Membaca teks Kitab Suci tidak selalu mudah. Sejarah memberi kita banyak kesempatan untuk bereksperimen dalam membayangkan benda, tokoh, tempat, peristiwa. Budaya, iklim, musim, kondisi geografis, kebiasaan, konvensi masyarakat dan karakter manusia di masa purba, merupakan kondisi alami yang perlu diterima begitu saja, karena justru di sanalah keunikannya.

Namun tak jarang kita gagal memvisualisasikan karena rentang waktu yang demikian panjang dari masa kuno ke masa kini dan kita tidak mempunyai alat bantu hingga kita bisa ’melihat’nya. Akibatnya kita akrab dengan istilah dan kata tertentu tetapi juga asing karena hanya meraba-raba bentuk sebenarnya.

Buku ini berisi informasi tempat, peristiwa, tokoh, dan benda-benda purba dalam gambar. Sebuah alternatif bagi penulis, guru sejarah, penikmat sejarah atau siapa saja yang tertarik mengetahui gambar-gambar warisan tempo doeloe secara tepat. Seperti yang dikatakan penulis bahwa alasan utama menerbitkan buku ini adalah banyaknya minat untuk mengetahui lebih jelas visual berbagai hal tentang latar belakang Kitab Suci, setelah respons yang diberikan pembaca rubrik Pernik Alkitab dan Napak Tilas yang diasuhnya di satu majalah.

Di buku ini ditampilkan beberapa lukisan agung oleh pelukis terkenal dunia, yang mencoba menggambarkan cerita-cerita klasik. Kisah Sodom dan Gomora, misalnya, saya membayangkan kekacauan tetapi persepsi pelukis tentang tiang garam istri Lut, menggambarkan sebuah keindahan, atau penggalan kepala Yohanes yang tidak tampak seram. Resepsi bergaya Jepang dalam Mozaik Maria dan PutraNya, rasanya sah-sah saja sebagai karya seni. Posisi Yusuf ketika berdiri di depan Raja Firaun dan menceritakan mimpi memberi saya pandangan menarik karena raja yang paling berkuasa pada masa itu digambarkan sebagai manusia biasa dan akrab. Atau lukisan istri Potifar sedang mengadu kepada suaminya tentang Yusuf yang berusaha mencemarinya, mencerminkan gambaran sosial masa itu.

Benda-benda replika bahtera Nuh atau kapal-kapal di zaman Mesir, perahu yang dipakai Yesus dan murid-muridnya, juga ada di sini. Informasi lainnya adalah lokasi taman Eden, rumah Adam dan Hawa di masa kini, bukit tempat Yesus memberi makan 5000 orang, bentuk kolam Betesda, tempat pengadilan Paulus, tempat mengirik anggur, tempayan anggur dari batu yang memuat 75-100 liter air.

Tampilan kaver buku ini tampak berkelas dengan komposisi gambar dan warna yang modern dan klasik sekaligus, seolah mewakili profil kuno ke masa kini. Penulis mengaku bahwa buku ini adalah 60% kreativitas dan 40% memulung dari berbagai sumber situs dan buku.

Saya menemukan kesenangan baru melihat pohon ara, biji sesawi, pukat, palungan, sangkalala, ceracap, kebun anggur, kecapi Daud. Sedikitnya empati dan simpati saya pada tokoh dan cerita masa itu bertambah atau berubah seratus persen.

Saya kira buku ini cukup mewakili gambar-gambar penting bagi tiga agama langit di dunia, yaitu agama Yehuda, Kristen, Islam. Kemungkinan buku ini berlanjur karena penulis masih terus mengasuh rubrik dan sambil menyelam minum air, menikmati kejutan-kejutan baru yang tidak terpikirkan, seperti menemukan kenyataan bahwa keturunan orang Niniwe masih ada sampai sekarang.

Selamat melihat dan membaca.

Ita Siregar

Hidup Sehat ala dr. Sadoso

Judul: dr. Sadoso tentang Sehat Bugar di Segala Usia

Subjudul: Nasihat Praktis untuk Hidup Berkualitas

Penulis: dr. Sadoso Sumosardjuno Sp.OK

Penerbit: Libri

Tebal: 216 hlm

Harga: Rp 50.000,00

 

Ringkasan :

Buku ini merupakan kumpulan tulisan dan bahan siaran radio dr. Sadoso mengenai kesehatan dan kebugaran sehubungan dengan latihan olahraga. Berisi tentang mitos olahraga dan kesehatan serta penelitian yang mematahkannya, maupun berbagai tips yang dapat memperbaiki kesehatan tubuh lewat berolahraga, asupan makanan, dan istirahat.

Nasihat dan tips ditulis dengan ringkas dan padat, disertai gambar menarik. Misalnya:Berlatih Olahraga Satu Jam Sehari untuk Turunkan Berat Badan, Wanita Perlu Kalsium Lebih Banyak Ketika Berat Badan Turun, Membentuk Tulang dengan Latihan Olahraga, Sel Lemak Mengeluarkan Zat Kimia yang Berbahaya, Berenang di Air Dingin Dapat Sebabkan Kenaikan Berat Badan, Turun Berat Badan Waktu Tidur, Olahraga Mencegah Kematian karena Kanker Prostat, Orangtua Adalah Kunci Pencegahan Obesitas Anak-anak, Obat Tidur Alamiah, Mungkinkah Payudara Besar Sebelah? Olahraga Dapat Hilangkan Stres, Cokelat Baik untuk Pembuluh Darah dan Penampilan Seksual, Ikan Dapat Menghentikan Pembekuan Otak, Sarapan Mengurangi Risiko Obesitas, Semangka Dapat Melindungi Prostat, Susah Tidur Mengganggu Kehidupan Seksual, Kegemukan Itu Menular, Dapatkah Gemuk Sekaligus Bugar?

Sadoso Sumosardjuno lahir di Solo, 7 Januari 1933. Ia meraih gelar dokter dari Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta(1962), Diploma Sports Medicine FIMS di Bangkok (1972), dan Sertifikat Sports Medicine IOC di Roma (1975). Ia menjadi dokter kontingenIndonesiadi beberapa Asian Games, Sea Games, Piala Thomas, dan Piala Uber. Ia mendirikan tempat rehabilitasi osteoporosis pertama diIndonesiadan merupakan penulis tetap rubrik kedokteran olahraga pada beberapa majalah, termasuk terbitan BPK Gunung Mulia: Majalah INSPIRASI.

Bila Perempuan Mencari Keadilan

Penulis: Angela Hunt

Diterjemahkan oleh Arie Saptaji

Penerbit Gloria Graffa  Yogyakarta

440 halaman

Cetakan Pertama Oktober 2009

Harga Rp 64.000,00

Perempuan itu seperti teh celup, kata Eleanor Roosevelt. Kekuatannya baru muncul ketika dimasukkan ke dalam air yang panas. Itulah yang mungkin ingin dikatakan Angela Hunt untuk menggambarkan tokoh Miryam dari Magdala ini.

Jendela cerita dibuka dengan melukiskan kehidupan Miryam yang tinggal di Magdala, kota kecil dekat danau Galilea dan kota Tiberias. Ia hidup nyaman bersama suami, anak laki-laki dan bayi satu tahunnya yang lahir bisu. Ia bersiap menjadi nenek karena menantunya sedang hamil besar.

Miryam seorang pengusaha kain halus di kota itu dan satu-satunya yang mempunyai teknik pencelupan terbaik. Kain halus buatannya sangat diminati wanita bangsawan dan kaum berduit, termasuk gundik perwira Romawi bernama Carina, yang bersedia mengganti 10 keping emas untuk kain kirmizi Miryam yang istimewa, yang warnanya berubah ungu bila dihadapkan ke sinar matahari.

Kain itulah awal malapetaka. Atau bisa juga karena Avram, putra sulungnya, yang siang itu di danau, dengan berani meludahi sandal seorang tentara Romawi yang tengah bertugas di wilayah itu. Miryam pergi untuk menjemput keping emasnya dari nyonya Romawi yang tidak pernah diterimanya, lalu tiba di rumah dan mendapati kenyataan bahwa seluruh anggota keluarganya dibantai oleh beberapa tentara Romawi. Miryam meradang dengan sangat, menuntut keadilan.

Tokoh Pasaran yang Bikin Penasaran

Miryam adalah tokoh yang sama dengan Maria Magdalena di novel fenomenal The Da Vinci Code. Kalangan Kristen telah mahfum bahwa tokoh ini seorang perempuan tuna susila. Bahkan di novel Dan Brown, Maria Magdalena digambarkan menikah dengan Yesus, berkeluarga dan tinggal di Prancis.

Tetapi sebenarnya, sejauh riset yang dilakukan pengarang, sejarah abad pertama tidak pernah mencatat Miryam sebagai pezina. Dalam teks Kitab Suci, Miryam disebut sebagai perempuan yang pernah dibebaskan dari tujuh setan oleh Yeshua (nama Ibrani untuk Yesus). Dan namanya muncul beberapa kali dalam Injil: saat Yeshua bersama murid-murid, menjelang peristiwa kayu salib, dan tercatat sebagai orang (perempuan) pertama yang melongok kubur kosong makam. Jelas ia memainkan peran penting saat Yeshua mulai menyebarkan ajaranNya tentang kasih.

Tokoh Miryam di sini sungguh kuat dan memikat. Dia digambarkan penuh perhitungan, pintar cari uang dan mengetahui hukum tradisi bangsanya. Setelah kematian suami dan anak laki-lakinya, dia mengerti posisi tawarnya yang lemah tanpa laki-laki penjamin. Namun ia berani mempertanyakan keadilan HasHem, sebutan Allah orang Ibrani, dan tidak menerima begitu saja ketika hidupnya dicerai-beraikan.

Emosi Miryam diperlihatkan dengan manusiawi menurut ukuran perempuan sekelasnya, meski ia telah terpesona dengan ajaran Yeshua tentang rahasia pengampunan. Namun ia telah berjanji kepada dirinya sendiri, dan bahwa kepahitan itu belum selesai di hatinya, dan mencengkeram jiwanya sehingga memutuskan sendiri cara mencari jalan keadilan.

Memanusiakan Manusia

Dua tokoh sentral dalam cerita adalah Miryam, dengan gaya penceritaan ber-aku, dan Atticus Aurelius, salah satu tentara Romawi yang bertanggung jawab atas pembunuhan keluarga Miryam. Sebaliknya Atticus juga adalah penyelamat Binyamin, bayi Miryam si satu tahun yang ternyata tidak ikut mati tetapi menjadi anak angkat Aurelius dan diberi nama Romawi, Quintus.

Quintus adalah metaphor yang cemerlang dan strategis, terapi bagi jiwa Atticus yang mempunyai pengalaman pahit di masa lalu karena kematian adiknya yang karena kesalahannya. Masyarakat majemuk yang digambarkan di novel ini membuat saya teringat film Kingdom of Heaven, yang berlatar perang salib, di mana kebencian dan saling bunuh terjadi justru karena manusia mengusung simbol-simbol agama. Sebuah ironi karena agama seharusnya membawa damai bagi pengikut dan lingkungan sekitarnya.

Novel ini cukup berhasil membebaskan dirinya dari godaan-godaan untuk menonjolkan salah satu ajaran yang paling baik. Secara obyektif pengarang memaparkan masing-masing tradisi masyarakat Romawi, orang Yahudi dan Yunani, bangsa Mesir yang membuat Yerusalem menjadi kota majemuk. Semuanya hidup bersama seperti musuh dalam selimut.

Mengisi Ruang-ruang Kosong

Bila Anda membaca kisah-kisah Maria dalam teks Kitab Suci, mungkin kita akan dapat membedakan tokoh fakta dan fiktif dalam kisah ini. Ruang-ruang kosong dalam teks diisi dengan ukuran fiksi yang pas dan sealami mungkin. Dan keputusan penerbit untuk membiarkan nama-nama khas Yahudi atau Romawi atau Mesir, berikut istilah perayaan masing-masing agama dan etnis, merupakan aksen yang memberi nilai lebih, yaitu memudahkan pembaca dengan segera mengenali identitas tokoh.

Penerjemahan pun dilakukan dengan ciamik. Penerjemah Arie Saptaji yang mengaku hanya tiga minggu menyelesaikan buku ini, dengan elok menghadirkan kata-kata yang jarang muncul seperti berjengit, menjemba, mencebik, denyar, kegawalan, menjambalewa. Kehadiran kata-kata itu menjadi jembatan yang membuat bacaan lebih luwes tanpa mengurangi makna cerita. Buku ini mudah dinikmati dan membuka wawasan dalam memahami ruang-ruang yang tidak lengkap dalam teks.

Selamat membaca

Ita Siregar, Desember 2010